Senin, 27 Oktober 2014

Pengertian dan Hakikat Jujur Menurut Islam

Kejujuran adalah perhiasan orang berbudi mulia dan
orang yang berilmu. Oleh sebab itu, sifat jujur sangat
dianjurkan untuk dimiliki setiap umat Rasulullah saw.
Hal ini sesuai dengan firman Allah :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya.” (Q.S. an-
Nisa: 58).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
menghianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S. al-Anfal:
27).
Dari dua ayat tersebut didapat pemahaman bahwa
manusia, selain dapat berlaku tidak jujur terhadap
dirinya dan orang lain, adakalanya berlaku tidak jujur
juga kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksud dari
ketidakjujuran kepada Allah dan Rasul-Nya adalah
tidak memenuhi perintah mereka. Dengan demikian,
sudah jelas bahwa kejujuran dalam memelihara
amanah merupakan salah satu perintah Allah dan
dipandang sebagai salah satu kebajikan bagi orang
yang beriman.
Orang yang mempunyai sifat jujur akan dikagumi dan
dihormati banyak orang. Karena orang yang jujur
selalu dipercaya orang untuk mengerjakan suatu yang
penting. Hal ini disebabkan orang yang memberi
kepercayaan tersebut akan merasa aman dan tenang.
Jujur adalah sikap yang tidak mudah untuk dilakukan
jika hati tidak benar-benar bersih. Namun sayangnya
sifat yang luhur ini belakangan sangat jarang kita
temui, kejujuran sekarang ini menjadi barang langka.
Saat ini kita membutuhkan teladan yang jujur, teladan
yang bisa diberi amanah umat dan menjalankan
amanah yang diberikan dengan jujur dan sebaik-
baiknya. Dan teladan yang paling baik, yang patut
dicontoh kejujurannya adalah manusia paling utama
yaitu Rasulullah saw. Kejujuran adalah perhiasan
Rasulullah saw. dan orang-orang yang berilmu
Dalil Kejujuran Dalam Islam
“Hendaklah kamu selalu berbuat jujur, sebab
kejujuran membimbing ke arah kebajikan, dan
kebajikan membimbing ke arah surga. Tiada henti-
hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh-
sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia
ditulis di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan hindarilah
perbuatan dusta. Sebab dusta membimbing ke arah
kejelekan. Dan kejelekan membimbing ke arah neraka.
Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan
bersungguh-sungguh dalam melakukan dusta sehingga
dia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain, Ali bin Abi Thalib berkata bahwa
Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya di surga ada
kamar-kamar yang terlihat bagian luarnya dari
dalamnya, dan bagian dalamnya dari luarnya.”
Kemudian seorang dusun berdiri dan berkata, “Ya
Rasulallah, bagi siapakah kamar-kamar itu?”
Rasulullah Saw. menjawab: “Bagi orang yang baik
tutur katanya dan suka memberi makan kepada orang
lain, terus berpuasa serta shalat di waktu malam
ketika orang-orang sedang tidur.” (H.R. Tirmidzi)
Berbicara kejujuran (dalam bahasa arab disebut
sebagai Ash-Shidqun), kejujuran terbagi menjadi 5
macam, yaitu:
1. Shidq Al-Qalbi (jujur dalam berniat). Hati adalah
poros anggota badan. Hati adalah barometer
kehidupan. Hati adalah sumber dari seluruh gerak
langkah manusia. Jika hatinya bersih, maka seluruh
perilakunya akan mendatangkan manfaat. Tapi jika
hatinya keruh, maka seluruh perilakunya akan
mendatangkan bencana. Rasulullah Saw. bersabda,
“Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila
ia baik, akan baiklah seluruh tubuh. Dan bila ia rusak,
rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu (hati).” (H.R.
Bukhari).
Itulah hati dan kejujuran yang tertanam dalam hati
akan membuahkan ketentraman, sebagaimana firman-
Nya, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tentram.” (Q.S. Ar-Ra’d [13]: 28)
2. Shidq Al-Hadits (jujur saat berucap). Jujur saat
berkata adalah harga yang begitu mahal untuk
mencapai kepercayaan orang lain. Orang yang dalam
hidupnya selalu berkata jujur, maka dirinya akan
dipercaya seumur hidup. Tetapi sebaliknya, jika sekali
dusta, maka tak akan ada orang yang percaya
padanya. Orang yang selalu berkata jujur, bukan
hanya akan dihormati oleh manusia, tetapi juga akan
dihormati oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,
niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu
dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang
siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang
besar.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 70-71)
Hidup dalam naungan kejujuran akan terasa nikmat
dibandingkan hidup penuh dengan dusta. Rasulullah
Saw. bahkan mengkatagorikan munafik kepada orang-
orang yang selalu berkata dusta, sebagaimana
sabdanya, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga;
bila berucap dusta, kala berjanji ingkar dan saat
dipercaya khianat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3. Shidq Al-’Amal (jujur kala berbuat). Amal adalah
hal terpenting untuk meraih posisi yang paling mulia
di surga. Oleh karena itu, kita harus selalu
mengikhlaskan setiap amal yang kita lakukan. Dalam
berdakwah pun, kita harus menyesuaikan antara
ungkapan yang kita sampaikan kepada umat dengan
amal yang kita perbuat. Jangan sampai yang kita
sampaikan kepada umat tidak sesuai dengan amal
yang kita lakukan sebab Allah Swt. sangat membenci
orang-orang yang banyak berbicara tetapi sedikit
beramal. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa
kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (Q.S.
Ash-Shaff [61]: 2-3)
Jadi, yang harus kita lakukan adalah banyak bicara
dan juga beramal agar kita bisa meraih kenikmatan
surga.
4. Shidq Al-Wa’d (jujur bila berjanji). Janji membuat
diri kita selalu berharap. Janji yang benar membuat
kita bahagia. Janji palsu membuat kita selalu was-was.
Maka janganlah memperbanyak janji (namun tidak
ditepati) karena Allah Swt. sangat membenci orang-
orang yang selalu mengingkari janji sebagaimana
dalam firman-Nya, [Image: 16_91.png]
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu
berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-
sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu
(terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Q.S. An-Nahl
[16]: 91)
“…Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al-Israa [17]:
34)
5. Shidq Al-Haal (jujur dalam kenyataan). Orang
mukmin hidupnya selalu berada di atas kenyataan.
Dia tidak akan menampilkan sesuatu yang bukan
dirinya. Dia tidak pernah memaksa orang lain untuk
masuk ke dalam jiwanya. Dengan kata lain, seorang
mukmin tidak hidup berada di bawah bayang-bayang
orang lain. Artinya, kita harus hidup sesuai dengan
keadaan diri kita sendiri. Dengan bahasa yang
sederhana, Rasulullah Saw. mengingatkan kita dengan
ungkapan, “Orang yang merasa kenyang dengan apa
yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai
dua pakaian palsu.” (H.R. Muslim).
Dari ungkapan ini, Rasulullah Saw. menganjurkan
kepada umatnya untuk selalu hidup di atas kenyataan
dan bukan hidup dalam dunia yang semu.

0 komentar:

Posting Komentar

flag counter

Flag Counter

socmed

Template by:

Free Blog Templates